Jumat, 25 April 2014

Cerita Kelahiran Tsani: A Whole New Experience (Bagian I)


Pernah melahirkan normal satu kali tidak membuat saya menjadi orang yang berpengalaman melahirkan, karena setiap peristiwa hamil-bersalin-melahirkan-menyusui bisa menjadi rangkaian yang selalu berbeda meskipun dialami oleh wanita yang sama.
Kehamilan yang ketiga ini merupakan sebuah kehamilan yang diharapkan tapi tidak direncanakan. Diharapkan setelah kejadian blighted ovum pada kehamilan kedua, tidak direncanakan karena kami masih dalam masa penyusuan anak pertama.

Dari kehamilan pertama kami merencanakan untuk menyusui Hanan paling tidak selama 3 tahun, oleh karenanya ketika hamil kami memutuskan untuk tetap menyusui selama hamil atau nursing while pregnant (NWP). Kontraksi ringan menjadi hal yang biasa, dan proses menyusui terus berjalan hingga bulan ketujuh kehamilan berakhir, karena ketika itu saya terpaksa menginap di rumah sakit dan menjadi menyakitkan jika Hanan tetap menyusu.

Usia kehamilan tujuh bulan dengan melihat hasil USG, dokter menyatakan posisi janin oblique dengan kepala di rusuk kanan dan pantat di atas panggul kiri. Dokter menyarankan untuk memperlama sujud guna membantu bayi berputar. Dua minggu kemudian mengunjungi bidan yang kami rencanakan akan membantu persalinan. Melalui perabaan perut bidan menyatakan posisi masih oblique tapi kepala sudah ada dibawah.

Pada kunjungan ke dokter berikutnya, pada saat UK 8 bulan, dokter menyatakan  posisi masih oblique dengan kepala di atas. Dan kali dokter sudah menyarankan untuk mengambil pilihan SC, karena kemungkinan untuk bayi berputar semakin kecil.

Galau? Tentu. Akhirnya memutuskan untuk menemui dokter lain untuk mendapatkan pendapat kedua. Kali ini kami menemui dokter yang sudah dikenal pro normal. Dokter tersebut terkenal dengan antrian hingga dini hari dan booking-nomor-hari-ini-untuk-periksa-bulan-depan, tapi dengan kekuatan silahturahmi  ;)  kami mendapat nomor antrian khusus sore untuk hari itu juga. Diagnosis dokter keduapun sama, tapi di akhir sesi konsultasi dokter menyatakan tetap bisa melahirkan normal meskipun posisi sungsang.

Pada saat itu kami bingung, apakah kami akan membantu bayi berada pada posisi sungsang sempurna dengan kepala di atas, atau turun pada posisi vertex, atau langsung ambil keputusan untuk SC. Bahkan saya sendiri bingung harus meminta apa dalam doa saya. Ada ketakutan saya akan kecewa ketika saya meminta untuk lahir normal ternyata Allah berkehendak untuk saya melahirkan untuk SC. Saya takut bahwa saya tidak bisa menerima apapun yang Allah berikan, juga takut berharap terlalu tinggi bahwa bayi akan berputar kemudian lahir normal. Sampai akhirnya saya hanya mampu berdoa agar saya selalu bersyukur dan bersabar dengan semua proses persalinan yang harus saya hadapi. Jika ada ungkapan “man propose, Allah dispose” maka proposal saya waktu itu hanya berisi harapan tentang sabar dan syukur. Tidak ada visualisasi bahwa janin berputar, lalu saya akan melahirkan nyaman dll. Karena saya tahu diri saya sendiri, jika saya sangat berharap akan sesuatu tapi keputusan Allah lain saya pasti akan kecewa. Dan saya tidak ingin larut dalam kecewa di awal-awal masa menyusui dimana manajemen stress sangat dibutuhkan.

Meski tidak berharap terlalu tinggi, kami tetap mengusahakan secara maksimal. Selama satu bulan kami melakukan banyak hal untuk membantu janin berputar. Knee-chest, invertion, rebozo, memancing dengan cahaya senter, kompres panas dingin, mengoles peppermint essential oil dan lainnya. Kami juga mengunjungi paraji yang bisa membantu memutar bayi. Sang paraji tidak melakukan pijatan yang secara nyata memutar bayi, hanya memposisikan bayi sehingga lebih mudah berputar, proses pemijatan juga tidak berlangsung lama karena kami pijat pagi di hari kerja. Keesokkan harinya ketika pijat lagi, beliau mengatakan bayi sudah berputar, yang awalnya posisi pantat telah diisi kepala. Ternyata ketika periksa USG keesokan harinya posisi janin sama sekali tidak berubah -_- . Namun demikian kami tidak merasa rugi dengan semua usaha yang dilakukan. Semua kegiatan tersebut, terutama pijat, berhasil meringankan tekanan di pelvic dan membantu kami melewati masa-masa hamil tua dimana kaki kecil janin yang kadang menendang sendi paha dan membuat kehilangan keseimbangan.

Pada kunjungan terakhir ke dokter pertama, posisi janin tidak berubah. Kami mulai membicarakan tentang scenario operasi. Sebenarnya kami ingin menanti sampai kontraksi muncul, tapi dokter menyarankan untuk operasi terjadwal karena khawatir tali pusat membumbung, yaitu keadaan dimana ketuban telah pecah dan tali pusat keluar. Resiko ini lebih besar pada janin dengan posisi sungsang disbanding dengan bayi pada posisi vertex. Pada posisi vertex jalan lahir tertutup oleh kepala bayi sehingga celah yang tersedia lebih kecil, sedangkan pada posisi sungsang masih celah yang tersedia lebih besar karena jalan lahir tidak tertutup sempurna. Apalagi posisi kami berada oblique dimana tidak ada yang menghalangi jalan lahir.

Kamipun melakukan kunjungan akhir (15 Februari 2014) ke dokter kedua. Dokter menyatakan tidak bisa memutar bayi dari luar dengan metode ECV (External Cephalic Version) karena posisi kepala janin berdekatan dengan plasenta. Kemungkinan untuk sungsang sempurna juga tidak memungkinkan karena posisi plasenta berada di atas sehingga bayi tidak bisa masuk. Satu-satunya harapan (ketika itu) untuk lahir normal adalah bayi berputar pada posisi vertex. Dokter menyatakan untuk operasi jika posisi janin tidak berubah, dokter tidak memberikan opsi melahirkan normal jika masih oblique dengan kepala di atas. Dokter juga menyatakan untuk operasi terjadwal ketika kami menanyakan kemungkinan untuk operasi ketika sudah masuk kala persalinan karena khawatir fetal distress. 

Diskusi kami menghasilkan untuk operasi terjadwal tanggal 22 Februari 2014, dengan pertimbangan: tanggal 18 ada event kantor, 19 menyelesaikan pekerjaan berhubungan dengan event tanggal 18 dan seluruh surat ijin kuliah, 20 mulai cuti bersantai di rumah dan ke salon, 21 kedua orang tua dating dari jawa, dan tanggal 22 ke RS untuk operasi.
Setelah keputusan tersebut saya mulai mencari info tentang perawatan pasca operasi, apa saja yang bisa membantu mempercepat penyembuhan bekas sayatan, bagaimana mengurangi rasa sakit dan beberapa hal lain. Saya tipe orang yang ingin mempunyai gambaran apa yang akan dihadapi, sehingga toleransi untuk kemungkinan terburuk semakin meningkat.

Tapi manusia berencana, Alloh yang menentukan segalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar