Selasa, 29 April 2014

Cerita Kelahiran Tsani: A Whole New Experience (Bagian III)



“Kakinya sudah keluar!” seru sang bidan. Menurut abah, satu kaki sudah keluar hingga pangkal paha dan kaki satunya baru muncul hingga pergelangan. Bidan dan dokter jaga UGD bolak-balik nggak jelas. Salah satu di antaranya menelpon dokter SPOG, yang lain entah melakukan apa membuat abah berseru panic sekaligus jengkel “Bu, ini bisa dipegang dulu nggak sih?”
Seorang bidan menenangkan Abah dan mengatakan kepada yang lain untuk segera menarik ranjang saya kea rah kamar melahirkan. Seperti ketika melahirkan Hanan, Abah tidak diijinkan untuk menemani, namun kali ini karena kami berada dalam kondisi yang harus ditangani dengan segera.
Ranjang saya berada sejajar dengan ranjang melahirkan, para bidan meminta saya untuk bergeser pindah ke ranjang melahirkan. Saya berusaha untuk bergerak, tapi tenaga saya telah menguap ketika melahirkan kaki tadi. Para bidan menguatkan saya, tapi saya hanya mampu menggeleng. Akhirnya seorang bidan naik ke ranjang saya meletakkan tangan kanan di bawah leher saya sementara tangan kiri berada di bawah lutut, seseorang memegang punggung, lalu ada juga yang memegang kaki saya. dengan bantuan tiga orang, yang seluruhnya wanita, saya berpindah.
Setelah kaki saya berada pada posisi, para bidan tersebut mulai menyemangati untuk mengejan, ada pula yang berulang kali melafalkan laa hawla wa laa quwwata illa billah”. Beberapa kali mengejan namun tidak efektif membuat seseorang diantara mereka mengucapkan “Epis!”. Bidan di samping kiri mengambil gunting, saya sudah bersiap dengan rasa sakit lalu bidan tersebut mengembalikan gunting pada tempatnya. “He? Udah episnya?” saya bertanya dalam hati karena saya tidak merasakan apapun. Tak sempat saya bengong lebih lama bidan kembali menginstruksikan untuk mengejan. “Berjuang untuk bayinya Bu!”. Saya mengejan sekuat tenaga sampai akhirnya kehabisan nafas, saya merasakan sesuatu yang besar telah keluar, tapi ternyata
“Ayo bu, berjuang lagi. Kepalanya belum keluar”
APA?” teriak saya tapi hanya dalam hati karena sudah habis tenaga untuk mengejan terakhir kali.
Mencoba untuk mengatur nafas hingga nafas saya cukup stabil, lalu dimulai dengan tarikan nafas panjang saya kembali mengejan.
Jika ada yang mengandaikan melahirkan bayi seperti mengejankan sebuah semangka, itu adalah yang saya rasakan ketika mengejankan kepala Tsani. Saya mengejan panjang sampai seorang diantara penolong persalinan saya berseru “Alhamdulillah!” lalu meletakkan Tsani yang pucat di atas perut saya. Tidak terdengar tangis, saya hanya melihat kepalanya yang hampir kebiruan. Dokter jaga UGD dan perawat yang tadi mendampingi langsung membawa Tsani keluar, kembali saya merasa waktu berjalan lambat sampai akhirnya terdengar suara tangis bayi malam itu.
“Tadi lahir jam berapa?” Tanya seorang bidan kepada rekannya, tapi yang ditanya hanya menggeleng. “Mungkin sekitar jam 10.15” celetuk yang lain. Menurut Abah dari keluar lift sampai Tsani dibawa keluar dari ruang melahirkan hanya berlangsung sekitar 10 menit, tapi bagi saya lama sekali.
Di antara suara bidan dan perawat yang sedang mengatur nafas terdengar dengan jelas suara Abah yang melafalkan azan di ruang sebelah. Dan untuk pertama kalinya saya melihat orang-orang yang tadi mengelilingi saya dengan wajah tegang kini tersenyum. Para penolong persalinan saya tidak sempat mengganti baju seragamnya dengan pakaian tindakan. Darah saya dan meconium Tsani menempel dibaju mereka.
Bidan mencoba membantu untuk melahirkan plasenta (ari-ari), dua kali menyuntikkan induksi termasuk memasang infuse tapi ternyata plasenta tidak lahir juga. Sehingga harus dikeluarkan secara manual oleh dokter. Selama masa menunggu dokter untuk tiba, mereka tetap menemani saya diruang melahirkan. Sempat saya minta untuk IMD dan bidan menjelaskan bahwa kondisi saya dan Tsani sama-sama tidak stabil untuk melakukan IMD.
Dari obrolan mereka akhirnya saya tahu mengapa tadi saya sempat mampir ke ruang bersalin. Bidan yang meminta untuk masuk ruang bersalin hanya mendapat info dari UGD saya masih bukaan lengkap saja, tanpa tahu jika ketuban telah pecah dan kaki sudah lahir. Karena memang ketuban pecah dan kaki lahir terjadi selama perjalanan dari UGD menuju ruang bersalin. Saya cuma nyengir mendengar itu.
Seorang bidan kembali menanyakan kepada saya, “Sudah tahu kondisi kehamilan seperti itu, kenapa baru sekarang ke rumah sakit?” kali ini dengan nada lebih ramah dan santai, dan hanya saya jawab jika kontraksi yang terjadi berbeda dengan kontraksi pada proses melahirkan Hanan sehingga saya santai saja. Sayapun mengerti kekhawatiran mereka karena proses melahirkan pervaginam pada posisi sungsang adalah proses yang cukup beresiko sehingga seharusnya dipersiapkan secara matang.
Dokter jaga UGD kembali ke ruangan dan berbincang dengan bidan serta perawat sambil mereview apa yang baru saja terjadi. “Untung nggak ada yang tersangkut. Biasanya bahu tersangkut jika melahirkan sungsang.” Saya kemudian menanyakan tentang kaki bayi dan dijawab bahwa semua baik.
Dokter akhirnya datang. Satu hal yang bisa saya katakan tentang proses pengeluaran plasenta secara manual adalah proses tersebut menyakitkan dan jika memungkinkan mintalah obat bius. Tak perlu bertanya kepada saya detailnya, karena saya sedang berusaha tetap bersabar dan bersyukur atas proses tersebut.
Setelah semua proses selesai saya masih berada di ruangan itu selama 1 jam untuk observasi. Satu persatu para penolong saya meninggalkan tempat, kembali ke pos masing-masing. Hanya seorang bidan yang sedang merapikan ruangan, itupun kadang keluar dalam waktu yang cukup lama. Saya dilarang tidur, tapi tidak mempunyai teman bicara. Karena saat itu abah sedang ke PMI untuk mengurus keperluan transfusi darah saya karena HB saya rendah.
Kami berpindah ke ruang bersalin lagi setelah satu jam, sekitar pukul 12 malam. Pada saat itu tidak ada pasien lain sehingga suasana cukup tenang. Berdua bersama abah, merasa sedikit aneh karena biasanya ada Hanan ataupun Tsani yang bergerak-gerak di perut. Tsani berada di ruang observasi, keesokan harinya saya menemuinya di NICU dan ternyata Tsani harus berada di incubator selama 2 hari.
Sekitar pukul 7 pagi, sebelum meninggalkan kamar bersalin untuk menuju kamar perawatan kami berpamitan pada bidan jaga yang membantu, sekaligus meminta maaf atas segala kehebohan yang terjadi.
Kami bersyukur telah melewati semua proses tersebut. Semua yang terjadi merupakan kemudahan yang diberikan oleh Allah Swt. Usaha-usaha yang kami lakukan sama sekali tidak merujuk pada kemudahan dalam melahirkan sungsang karena yang kami usahakan posisi vertex, tapi Allah yang menentukan untuk kami melahirkan pada posisi sungsang dengan mudahnya. Saya bahkan sama sekali tidak mempelajari tentang melahirkan pervaginam untuk sungsang. Hanya abah yang membaca dan menyampaikan sekilas kepada saya yang pada saat itu sama sekali tidak tertarik untuk mempelajarinya. Saya baru membaca tentang persalinan sungsang ketika menyusun tulisan ini.
Jadikan kami orang yang selalu bersyukur dan bersabar atas tiap ketetapanMu. Setiap capaian yang Engkau berikan bukan karena usaha dan doa kami, melainkan semua adalah ketetapanMe. Kami berdoa dan berusaha dalam rangka menaati perintahMu.
Tulisan ini disusun hanya sebagai sarana berbagi pengalaman saja, bukan untuk dijadikan rujukan. Setelah mempelajari tentang persalinan sungsang, sepertinya sebagian besar dokter tetap akan menyarankan untuk mengambil tindakan operasi terjadwal dengan kondisi saya dan saya berencana untuk mengikuti saran mereka. Tetapi melahirkan normal pada posisi sungsang masih sangat mungkin dilakukan. Saya adalah wanita generasi ketiga yang melahirkan sungsang (saya tidak tahu apakah nenek buyut saya melahirkan sungsang atau tidak). Nenek saya melahirkan salah satu anaknya dengan sungsang, mama saya melahirkan adik bungsu saya yang sungsang.
Beberapa saran saya setelah melewati seluruh proses ini adalah
1.       Lakukan kunjungan ke dokter/bidan minimal 3 kali selama masa kehamilan, pada awal kehamilan, pertengahan, dan akhir. Jika di awal trimester III, diketahui bahwa janin “malposisi” lakukan usaha untuk membantu bayi berputar hingga berada pada posisinya. Sebagian besar janin memang akan berputar dengan sendirinya. Tapi tak ada ruginya untuk bersujud lebih lama, melakukan invertion karena latihan tersebut bisa meringankan beban pelvic.
2.       Jika pada akhirnya posisi janin masih sungsang dan kemungkinan berputar makin kecil diskusikan pada tenaga kesehatan tentang rencana persalinan yang diinginkan. Beberapa “syarat” melahirkan sungsang antara lain:
a.       Janin tidak terlalu besar, 2500-3500 gram (terpenuhi, Tsani 3200 gram)
b.      Panggul ibu cukup besar (sepertinya terpenuhi)
c.       Tidak ada kelainan jalan lahir (terpenuhi)
d.      Kontraksi dan bukaan lancar (terpenuhi)
e.      Pembukaan lengkap (terpenuhi)
f.        Posisi janin memungkinkan
Biasanya yang “diijinkan” untuk mencoba adalah ketika bayi berada pada posisi “letak bokong/frank breech” dimana pantat bayi masuk ke panggul sedangkan kakinya memanjang ke atas. Posisi “sungsang sempurna/complete breech” dimana janin seperti berjongkok di dalam panggul. Posisi lain ada “sungsang sebagian/incomplete/footling breech” dimana salah satu kaki memasuki panggul. Posisi Tsani sendiri masih oblique hingga bukaan lengkap, tapi kedua kaki sudah masuk jalan lahir, jadi yang paling menggambarkan mungkin posisi sungsang sebagian.

3.       Jika telah diputuskan untuk menjalani persalinan sungsang dengan normal, usahakan berada dalam kondisi rileks ketika kala persalinan I karena ketika santai kemungkinan kemunduran persalinan lebih rendah. Persiapkan tenaga ekstra, karena persalinan sungsang membutuhkan tenaga yang lebih besar disbanding persalinan pada posisi kepala.
4.       Jika ternyata proses melahirkan tidak berjalan sesuai dengan harapan kita, cobalah untuk mengikhlaskan. Jangan terjebak dengan rasa menyesal apalagi di awal-awal melahirkan karena saat itu bayi sangat membutuhkan kehadiran ibunya. Dan produksi ASI juga terkait erat dengan pengelolaan emosi. Mintalah dukungan kepada orang-orang yang akan menemani kita setelah melahirkan. Sampaikan apa yang kita inginkan sehingga mereka akan memberikan dukungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar